Roemah Kreatif Institut

Roemah Kreatif Institut Area - Lepa Hena Generasi Huamuale

Rabu, 07 Desember 2016

PENTINGNYA PERTANIAN UNTUK HAJAT HIDUP MANUSIA






YUDIN HITIMALA. S.Pt.  
Mantan Koordinator Wilayah V Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia (ISMPI).SekBid. Riset & Pengembangan Keilmuan DPD Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Maluku.
Mantan Ketua Himpunan Pelajar Mahasiswa Pulau Buano (HIPMA Nusa Puan) Maluku.
 Mantan Ketua Himpunan Mahasiswa Peternakan Fakultas Pertanian Unpatti.
Mahasiswa Pascasarjana Manajemen Hutan Unpatti.



Pada masa purba kala, para nenek moyang kita sudah mampu berfikir jauh mengenai aspek penghidupan dan kehidupan mereka layaknya manusia yang hidup pada era modern saat ini. Mereka berfikir tentang bagaimana merefleksikan alam sekitar untuk dapat mempengaruhi kehidupan mereka sehari-hari. mereka mencoba untuk menyembah roh, hantu atau dewa-dewa yang di yakininya dapat mengontrol kekuatan alam. 

Seiring berjalannya waktu, hingga pada masa pra sejarah peradaban manusia sedikit demi sedikit mengalami kemajuan hidup yang pesat dengan jalan berpindah-pindah tempat sebagai upaya untuk mencari lingkungan alam yang mampu memberi kehidupan yang baik sehingga pada akhirnya kondisi ini secara tidak sengaja menemukan cara pandang bertani adalah cara maju untuk menjaga eksistensinya di muka bumi. Oleh karena itu, dapat di katakan bahwa di zaman yang freminif pun para nenek moyang kita sudah membutuhkan sarana produksi pertanian terutama lahan untuk mempertahankan eksistensinya di muka bumi.
Ketika berbicara Indonesia dalam kontek hari ini semua orang berbicara Negara kita adalah Negara agraris, artinya ketika berbicara agraris tentu di benak kita alat produksi utama masyarakat adalah tanah. Namun, yang menjadi persoalan yang begitu marak di Indonesia hari ini adalah tidak teraksesnya lahan /tanah (land) sebagai sumberdaya produksi untuk masyarakat yang berprofesi sebagai petani khususnya.

Tanah (lahan) sebagai faktor produksi utama seluruh sumberdaya alam merupakan faktor produksi asli karna sudah tersedia dengan sendirinya tampa harus diminta oleh manusia. Tetapi yang menjadi persoalan adalah mencari cara bagaimana manusia bisa menggali, menggunakan dan memproses kekayayan alam sehingga dapat berlangsung secara terus-menerus untuk kesejahtraan umat manusia. persoalan serius juga ketika manusia (petani) mengelola lahannya di benturkan dengan konflik lahan seperti yang kita saksikan di media yang terus terjadi saat ini.

Konsep pengelolan sumberdaya alam yang di buat oleh Bangsa kita saat ini sejatinya untuk mempertahankan eksistesi manusia di muka bumi. Lalu apa jadinya ketika manusia yang notabenya sebagi tujuan mengelola sumberdaya alam itu tidak mampu bertahan hidup karna tidak dapat makan. Jika di runut tidak makan karna tidak bekerja, tidak bekerja karna tidak ada pekerjan, inilah logika yang pernah di sebut pendiri bangsa kita Sang Proklamator Bung karno sebagai hukum alam atau undang-undang alam. 

Jikalah hukum alam menjerumuskan kita pada sebuah dilematis yang hanya memperkeruhkan umat manusia pada sebuah kematian, lantas dimanahkan eksistensi manusia sebagai Qhalifa di muka bumi yang dapat memanfaatkan alam sekitar untuk kecakupan hidupnya. Ini akan menjadi sebuah ilustrasi fenomenal terhadap peran Bangsa di masa kini dan akan datang. Apalagi dengan kondisi yang makin pesat saat ini mengenai semakin menyempinya ruang pertanian untuk dapat memproduksikan komoditi-komuditi pangan dan sehubungannya dengan realitas ancaman krisis pangan dunia yang diprediksikan oleh organisasi pangan dunia (FAO) dimana akan terjadi pada tahun 2045.

Melihat realitas kekinian, kondisi pertanian di Bangsa ini selalu diperhapkan pada posisi dilematis, tanah atau lahan menjadi cautan malapetaka yang semakin menjerumuskan pertanian ke arah kebinasaan, di sisilain kebijakan hukum yang diatur oleh pemerintah sebagaimana tertuang dalam berbagai regulasi seakan redup dalam pusaran hedonis, pragmatisme, dengan semangat kapilalisasi. Sehingga rakyat dalam hal ini adalah petani selalu menjadi tumbal atas ambisius pemerintah dan golongan-golongan feudal.

Kondisi keprihatinan mengenai kemandirian pangan Bangsa ini hanya selalu dieluh-eluhkan oleh pemerintah melalui nyanyian-nyanyian dan syair pantunan kesejahteraan rakyat. Namun implementasinya justru kepentingan rakyat tersebut malah menjadi tumbal atas kerakusan dan apatisme kaum elitis dan borjuis. Lantas pengkampanyean pemerintah atas kedaulatan NKRI yang lebih dititik beratkan pada aspek hukum dan politik sedangkan bagaimana dengan kedaulatan Negera dari sisi kemandirian pangannya. Padahal Bung Karno perna menyatakan juga bahwa “bicara soal pertanian adalah bicara soal hidup dan matinya manusia”
Oleh karena itu, melalui penetapan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang yang sudah sering kali di sosialisasikan oleh Pemerintah dan bahkan sampai ke dunia kampus, bahkan telah ada penerbitan perda Maluku tentang tataguna lahan maka diharapkan pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Maluku haruslah seobjektif mungkin dalam mengoptimalkan tataguna lahan sebagaimana fungsi dan kegunaannya. Apalagi dengan realitas Wilayah Maluku yang di atas 90% berwilayah laut dan persentasi kecilnya adalah daratan maka pemerataan pembangunan harus mempertimbangkan semua aspek yang berkepentingan, dan sektor pertanian terutama sub sektor pangan harus menjadi yang diprioritaskan.

Banyak studi kasus pengalihan fungsi lahan yang dilakukan oleh pemerintah Maluku saat ini, lahan-lahan pertanian masyarakat banyak dialih fungsikan untuk kepentingan investasi dengan alasan yang sederhada adalah untuk kepentingan pertumbuhan dan perbaikan ekonomi daerah padahal peruntukannya hanya didominasi untuk belanja-belanja birokrasi karena merupakan akumulasi keuangan dari asset pendapatan daerah (PAD).
Disisi lain, masyarakat dalam hal ini petani lokal kita tidak memililiki posisi tawar atas perlindungan hukum yang baik. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tetang Pokok Agraria, Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, tidak sepenuhnya mendukung posisi tawar petani atas keluh-kesah yang mereka alami, dan regulasi yang dicetuskan oleh pemerintah akan dikembalikan kekuatan eksekusinya untuk kepentingan monopoli pemerintah itu sendiri.

Dari kondisi-konsisi fenomenal mengenai dilematisnya posisi pertanian Maluku dan Indonesia saat inilah yang membuat turunya minat para generasi muda dalam menekuni bidang pertanian dan sangat sedikit anak muda yang mau menjadi petani. ditambah lagi banyak jumlah petani yang kurang mengetahui teknologi-teknologi pertanian serta modal usahatani yang tidak memadai membuat kondisi pertanian negeri kita ini kian terpuruk.

Disisi lain juga ada paradigmatis yang menganalogikan bahwa sahnya kegiatan bertani adalah sebuah pekerjaan berat dan menjadi ketekunan profesi golongan masyarakat terjajah, keterbelakangan, dan kaum miskin. Dari sinilah kita harus berfijak mengenai kemana arah dan tujuan yang harus ditempuh pemerintah untuk memperhatikan sektor pertanian dan para petani yang bekerja dalam menyediakan produk-produk pangan yang setiap saatnya kita santap di atas meja makan. Karena jika semua orang akan meninggalkan profesi bertani dan beramai-ramai menekuni pekerjaan lain lantas nantinya kita mau memakan pangan apa?

1 komentar:

  1. Semoga kedepan sekror pertanian mendapat perhatian dari pemerkntah daerah terkhusus PEMDA SBB agar sektor pertanian dapat berkonrtibusi nyata dalam kesejahteraan ekonomi masyarakat. semoga.

    BalasHapus