Kaimudin
Laitupa
Mahasiswa Faculty Law
University Darussalam Ambon
Cita-cita gerakan reformasi akan adanya suatu pemerintah
yang bersih (clean goverment) dari
korupsi untuk mewujudkan pemerintahan yang efisien, terbuka dan bertanggung jawab kepada rakyat (good governance), didorong oleh semakin menguatnya tuntutan
demokrasi dan penghormatan atas hak asasi manusia, serta partisipasi masyarakat
dalam pengambilan keputusan publik. kenyataan di dalam kehidupan
sehari-sehari, keperluan ini bersentuhan dengan rasa keadilan
sosial, ekonomi, hukum, dan politik. korupsi hanya menguntungkan segilintir orang
kaya,akibat korupsi,rakyat harus membayar mahal untuk pelayanan publik yang
buruk.karena korupsi, terjadi ketidakadilan pengelolaan sumber daya Alam dan
pemerataan hasil hasil pembangunan ekonomi, diskriminasi hukum, demokratisasi
yang tertunda, serta kehancuran moral yang tak ternilai harganya.
Khusus menyoroti kemandulan fungsi kontrol lembaga
legislatif,tidak bisa di lepaskan dari sosok para Anggota DPR itu
sendiri.sedikitnya ada tiga alasan yang signifikan mengapa politisi cenderung
melakukan abuse of public trusteed for
private gain.pertama,tidak sedikit orang yang terjun ke dunia politik
dengan tujuan untuk mendekati atau memiliki akses ke sumber-sumber ekonomi
negara atau melindungi kepentingan bisnisnya.buktinya tidak sedikit anggota DPR
dan menteri yang menjadi kontraktor
pengadaan publik atau proyek-proyek pembangunan yang di biayayi oleh
dana pemerintah.
Struktur
pemerintahan yang sentralistis memberi banyak peluang bagi kemungkinan
terjadinya pungutan dan suap-menyuap di setiap tingkatan birokrasi.praktik
korupsi dalam bentuk penyutan anggaran atau pungutan-pungutan terhadap
masyarakat oleh pegawai negeri sipil atau tentara selama ini dibiarkan
berlangsung.Hal ini bukan semata-mata untuk mencukupi gaji mereka yang
kecil,tetap sekaligus untuk mentoleransi
praktik korupsi di tingkat atas.kalau
tidak begitu,bisa-bisa roda pemerintahan bakal terganggu oleh pembangkamgan
bawahan.
Ironi Keadilan
Efek jera itu harus di lipatgandakan agar tidak ada lagi
yang berani bermain-bermain dengan menyelewengkan hukum.mungkinkah hukuman
berat atau sanksi apapun namanya akan mampu menihilkan praktik suap menyuap di
lembaga peradilan? Rasanya sulit dan tidak ada jaminan akan berhasil, namun,
kita tidak boleh menyerah dengan situasi. Bagaimanapun, kewibawaan lembaga
peradilan harus terus di tegakkan sampai kapan pun.
Tidak boleh ada kata menyerah meski sesulit apapun hambatan dan rintangan yang
harus dihadapi.pengawasan formal dari lembaga-lembaga pengawas
peradilan,pengawas hakim, jaksa,pengacara,dan sebagainya harus terus
digelorakan tanpa henti.partisipasi aktif masyarakat untuk memberani melaporkan
praktik-praktik suap di lembaga peradilan,juga menjadi faktor yang tak kalah
penting.
Gerakan sadar hukum di masyarakat juga harus terus di
pupuk agar semakin banyak orang yang mengerti tata cara berhukum yang
berkeadilan dan berintegritas.Namun sebenarnya,pencegahan di sumber masalah
menjadi yang paling krusial untuk mencari solusi persoalan ini.
Hukum adalah himpunan peraturan yang di buat oleh yang
berwenang dengan tujuan mengatur tata kehidupan bermsyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang
serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman yang melanggarnya,( R,Soeroso) Dapat di simpulkan
bahwa hukum adalah peraturan,ketentuan,dan ketetapan yang telah di sepakati
oleh masyarakat dan penegak hukum,yang harus dilaksanakan sebaik baiknya.hukum
mengandung sanksi tertentu untuk di
terapkan pada para pelanggar hukum.namun dari berbagai fenomena hukum yang
terjadi pada umumnya di indonesia dan pada khususnya di maluku sangat tidak
baik dalam melunasi korupsi di Maluku (Baca:Maluku)
Bagaimanakah eksistensi hukum dalam
melunasi korupsi di maluku?
Gerakan sosial antikorupsi merupakan suatu alternatif
untuk melunasi korupsi di maluku dan oleh sebab itu di dalam suatu rezim yang
memiliki mesin otoritas yang kuat,suda harus di sadari bahwa pendekatan
pemberantasan korupsi secara konvensional yang berbasis pada penegakan hukum
dan perbaikan pengawasan melalui intitusi kenegaraan,seperti yang sekarang tengah di tempuh,terbukti sudah
tidak efektif lagi.Di sinilah rakyat,yang merupakan korban sesungguhnya dari perbuatan penyalagunaan kekuasaan harus
mengambil inisiatif untuk mengembangkan pengawasan masal,yang melibatkan peran
serta masyarakat di semua lapisan sosial dan profesi.
Saat ini sudah terbangun mitos di dalam kehidupan sosial
masyarakat maluku bahwa korupsi hampir mustahil dapat di basmi,karena ada anggapan
bahwa korupsi telah menjadi kebudayaan bangsa indonesia.mungkin hal itu ada
benarnya akan tetapi,keakinan itu akan
mungkin sengaja terus menerus dipupuk dihidupkan oleh mereka yang mengingingkan
status quo.kalau korupsi masalah kebudayaan,apa betul semua orang memiliki
kesempatan untuk korupsi? Penulis
berasumsi bahwa korupsi itu sesungguhnya soal kekuasaan dan kesempatan.atau
budaya kekuasaan.hanya orang yang
memiliki kekuasaan,seorang raja,presiden,menteri,gubernur,dan seterusnya yang
mempunyai kesempatan untuk melakukan korupsi sehingga dapat di katakan bahwa
tidak untuk semua orang.kebiasaan memberi sesama tetangga itu memang kebiasaan bangsa indonesia.Namun,memberi
upeti kepada raja itu harus di lihat sebagai perwujudan kesenjangan kekuasaan,dari
suatu keadaan masyarakat yang tertindas.oleh kerena itu,korupsi merupakan
bentuk dari penyalagunaan keuasaan (abuse
of power),yang menyimpang dari norma norma yang berlaku dan menimbulkan
kerugian umum.
Gerakan transparansi merupakan sesuatu gerakan
sosial untuk mewujudkan atau melunasi
korupsi di maluku,yakni adanya transparansi pertanggungjawaban kepada rakyat
dan partisipasi,harus menjadi bagian demokrtisasi sistem hukum,politiik dan
ekonom.Dalam hal ini paling mendasar perlu adanya tekanan secara besar besaran
dari rakyat untuk reformasi hukum tata
negaraan dan konstitusi untuk memperkecil monopoli dan deskresi kekuasaan
politik dari tangan presiden,sehingga di ,mungkinkan terjadinya pembagian
kekuasaan,pembatasan,dan penyeimbangan di dalam sistem politik.
Penulis sampaikan bahwa sudah saatnya pemerintah
memperkuatkan regulasi transparansi official authority agar sinyal keadilan itu
terhubung oleh masyarakat umum,karena hasil kebijakan (PA) Ambon selama ini
tidak sesuai dengan azas keterbukaan yang di terapkan dalam azas azsa ilmu
hukum ,sehingga kata sakral yang di namakan keadilan itu menjadi suatu hal yang
mandul dibawa pengadilan negeri ambon,oleh karena itu eksistensi hukum dalam
melunasi korupsi di maluku ini belum terjawab secara merata dalam penyelesaian
segala bentuk sengketa yang menumpuk-menumpuk di pengadilan saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar