Roemah Kreatif Institut

Roemah Kreatif Institut Area - Lepa Hena Generasi Huamuale

Selasa, 29 November 2016

PENGELOLAAN TANAMAN SAGU UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT SBB







Herman Nurlette
(Pengurus Harian HIPDA-H)
Mahasiswa S1 Manajemen Sumberdaya Perikanan  
Universitas Pattimura.

Tanaman Sagu merupakan salah satu tananaman pangan yang paling tua di asia tenggara dan mikronesia. Dalam sebuah laporan NadirmanHaska tanaman sagu merupakan tanaman asli Indonesia berbeda dengan padi, jagung, singkong yang datang dari luar. Relief Candi Borobudur memperkuat argumen ini.Sagu merupakan satu dari empat jenis pohon yang tergambar dalam relief Palma Kehidupan di Candi Borobudur, selain lontar, aren, dan nyiur. Sagu menjadi makanan pokok masyarakat Maluku dan Papua karena memang di dua daerah tersebut tanaman ini banyak tumbuh secara alami. Habitatnya sendiri tersebar di Pulau Mentawai sampai Thailand Selatan, Filipina Selatan, dan pulau-pulau di bagian barat Pasifik. Tanaman sagu mempunyai keuntungan bersaing melebihi pohon rawa lainnya karena kemampuannya beradaptasi dengan air asin. Luas tanaman sagu dunia adalah kurang lebih 2.474.000 hektar dan yang terluas di indonesia yaitu 1.214.000 hektar (Flach, 1997; balitbanghut,2005). Luas lahan sagu di maluku menurut badan pusat statistik provinsi Maluku tahun 2011 adalah 51.146 hektar, yaitu Maluku Tengah 5.004, Buruh Utara 1.312, Buru Selatan 1.287, Kepulauan Aru 1.130, SBB 6.338, SBT 36.075, sedangkan kabupaten-kabupaten lain belum ada data. Papua sekarang dianggap sebagai pusat kekayaan tanaman ini. Luas hamparan sagu di Papua merupakan 85% total luas lahan tanaman sagu di Indonesia, dan diperkirakan yang terluas di dunia. Oleh karena itu daya saing jenis makanan pokok asli daerah terus di perbaharui dengan pengelolaan yang lebih modern sehingga desain sagu bukan hanya menggema di tanah Maluku tapi dunia Internasional. 


Penulis tertarik dengan pengelolaan sagu di Provinsi Maluku, Kabupaten Seram Bagian Barat. Sagu merupakan bahan pangan pokok masyarakat maluku pada khususnya.Jenis makanan sagu yang telah dikenal dan masi dipertahankan sampai saat ini di Kabupaten Seram Bagian Barat adalah adalah papeda, sagu lempeng, sinoli dan uha, misalnya di Negeri Luhu Kecamatan Huamual. Pada dekade 2000-an jenis kue sagu makin berkembang, terutama dikota ambon dengan munculnya kue basah dari sagu seperti roti burger, sagu tuna, brownis sagu, pizza sagu dan lain-lain. Pemanfaatan sagu sebagai bahan makanan lain telah di kembangkan di luar Maluku seperti laksa sagu, soun sagu, mie sagu dan bakso sagu. Dari latar belakang luas daratan Kabupaten Seram Bagian Barat berkisar antara 6.948,40 Km2, menyimpan sumberdaya alam yang cukup besar untuk dikembangkan dan menjadi penopang kesejahteraan masyarakat SBB secara universal. Dari luasan daratan tersebut Kabupaten Seram Bagian Barat memiliki potensi Sagu terbesar di maluku dengan luas 6.338ha, setelah Kabupaten Seram Bagian Timur. Dari hasil inventarisasi menunjukkan bahwasanya tingkat distribusi plasma nutfah atau sumberdaya genetik di Seram Bagian Barat mencakup 5 kecamatan yaitu, Piru, Huamual, Taniwel,Waisala, dan Kairatu. Beberapa aksesi yang ditemukan sebagai berikut:tanaman pangan terdiri dari sagu atau spesies sagu yang tersebar (Molat, Tuni, Ihur, Makanaro, Rotan). 

Potensi sagu di Kabupaten Seram Bagian Barat sangat memiliki nilai ekonomis penting untuk dikembangkan, tapi ada beberapa kendala yang memperlemah petani untuk mengelolanya antara lain : Masi ada petani yang mengolah sagu secara tradisional, Belum ada packing sagu yang baik, Akses petani ke pasar sangat lemah untuk memperdagangkan sagu ke luar daerah. Hal ini menyebabkan masyarakat tidak bisa meningkatkan sagu karena kesulitan pasar dan biaya transportasi yang tinggi untuk dapat akses ke luar daerah.Ini yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah untuk menjawab berbagai macam kendala di atas, sehingga dapat memudahkan para petani untuk melestarikan sagu yang berada pada daerahnya untuk menunjang kesejahteraan Petani. Pengolahan sagu sejak dahulu sudah dilakukan oleh para leluhur kita dengan peralatan tradisional. Pada beberapa dekade 2000-an, petani sudah dapat mengolah sagu secara mekanis dengan menggunakan mesin pengolah sagu, seperti para petani di KabupatenSBT, Kabupaten Maluku Tengah Dan Kabupaten Aru yang di suplai oleh pemerintah setempat sehingga kemudahan pengelolaa sagu oleh petani dapat maksimal.Tetapi di Kabupaten Seram Bagian Barat masih menggunakan peralatan tradisional.Mulai dari pembersihan lahan yangmenggunakan parang, penebangan pohon menggunakan kapak, ekstraksi menggunakan sahani dan sifon sebagai penyaring, penampungan pati basah di dalam keranjang yang disebut tumang. 

Memang pada dasarnya pemberdayaan petani harus di perhatikan sesuai dengan amanat Undang-undang No. 19 tahun 2013 yang tercantum dalam pasal 4, sehingga melalui suatu proses pemberdayaan akan mewujudkan kinerja petani yang efisien dan efektif, karena pada dasarnya campur tangan pemerintah setempat sangat penting untuk mengatasi keterbatasan kemampuan petani untuk mengelola tanaman sagu. Kabupaten Seram Bagian Barat sangat tertinggal dengan adanya perkembagan teknologi semakin pesat, sehingga membuat kita tercecer dalam derap perkembangan kabupaten-kabupaten lain. Padahal dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2013.Bagaimana peran pemerintah daerah untuk memberdayakan para petani dengan menyediakan sarana produksi pertanian yang tertuang pada Pasal 19 Dan Pasal 20 dalam undang-undang tersebut tetapi belum maksimal.
Dari beberapa permasalahan yang diejawantahkan diatas, maka perlu di tekankan sekali lagi pada pemerintah sebagai regulator dan fasilitator untuk memprakasai peningkatan kerja sama antar berbagai komponen pengelola sagu, terutama pemerintah daerah setempat harus menyediakan sarana produksi yang mendukung untuk mengelola sagu secara optimal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar