ARJUDIN
Mahasiswa Kimia FMIPA Unpatti
Aktivis. PMII(Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia)
Nearly all men can stand adversity,
but if you want to test a man's character, give him power.
-- Abraham Lincoln,,,,,
"semua orang tahan dengan
kesengsaraan, tetapi apabila ingin mengetahui karakter seseorang,
berilah dia kekuasaan".
Hiruk pikuk politik saat ini, seperti
euforia pertandingan sepak bola yang mampu membius seluruh pecintanya untuk berkomentar
dari huruf A sampai huruf Z,,,…itulah fenomena
yang dapat kita nikmati secara visual dan audio visual…Politik selalu menarik
minat banyak orang untuk di
perbincangkan. Setiap kali suksesi kepemimpinan, tema ini ramai dibicarkan. Mulai dari rakyat jelata, hingga
elit penguasa. Kekuasaan itu bicara hajat hidup orang banyak. Karenanya, tidak sedikit orang
tertarik untuk ambil bagian didalamnya.
Apakah itu sebagai pelaku utama,
pengamat, atau hanya sekedar obrolan ringan di warung kopi. Naluri berkuasa
adalah fitrah manusia. Hanya saja, yang perlu di perhatikan adalah, motivasi
orang untuk berkuasa, cara mendapatkan kekuasaan, dan untuk apa kekuasaan itu di gunakan???.
Karl R. Popper, mengatakan, ada tiga
alasan mengapa politik dan kekuasaan selalu menjadi tema central pembicaraan dalam setiap
suksesi kepemimpinan.
Pertama, Kekuasaan mempengaruhi seluruh
umat manusia, dengan segala aspek kehidupanya.
Disamping itu, nasib manusia banyak di tentukan oleh para pemegang kekuasaan politik.
Kedua, Manusia cendrung memuja
kekuasaan. Pemujaan terhadap kekuasaan adalah, bentuk berhala paling buruk
dalam sejarah umat manusia, yang merupakan salah satu peninggalan zaman perbudakan.
Ketiga, Kekuasaan yang di pegang
cendrung menyatu dengan naluri ingin dipuja dan dihormati. Bahkan dengan segala kuasa yang
ada, para pemegang kekuasaan berupaya memaksa
orang agar memuja mereka.
Sejarah mencatat, kekuasaan kerap kali
menyimpang dari motivasi awal mengabdi untuk rakyat. Bahkan, Tidak sedikit yang tergelincir
oleh godaan kekuasaan. Idealisme kadangkala, bertekuk lutut ketika dihadapkan dengan
kepentingan pragmatis. Sehingga banyak kita jumpai dalam sejarah pemimpin yang gagal landing
mensejahterakan rakyat. Pada saat yang sama, sejarah pula mencatat pemimpin yang berprestasi,
dan tidak sedikit apresiasi mengalir atas kepemimpinanya.
Idealismenya tidak goyah di hantam
badai gemerlap kekuasaan. Orang seperti ini, memahami kekuasaan sebagai sarana
untuk mengabdi. Dengan kekuasaan yang di pegangnya, ia bisa melakukan banyak hal untuk rakyat.
Memang, secara leksikal politik berarti kegiatan dalam Negara untuk mengurus kesejahteraan warga
Negara, atau kegiatan yang berurusan dengan kepentingan Negara. Dalam arti yang lebih luas
politik mengacu pada perwujudan hak-hak seseorang sebagai warga Negara.
Tujuan etis kegiatan politik adalah
menghumanisasikan hidup, artinya dengan kegiatan politik manusia makin berkembang untuk
mewujudkan hak-hak dan melaksanakan tanggung jawabnya sebagai warga Negara. Politik yang
benar membebaskan dan memerdekakan manusia dari segala bentuk penindasaan, kekerasaan
politik, pemerasaan, pemerkosaan, manipulasi, ketidakadilan, kebodahan dan kemiskinan dalam
kehidupan bersama. Kondisi politik sebagai humanisasi hidup mengalami pergeseran makna
ketika praktis politik dikomersialkan untuk kepentingan pribadi kaum elite politik atau
sekelompok partai yang berkuasa dalam suatu Negara. Demikian adanya ketimpagan politik
dewasa ini dengan menyatakan bahwa nilai etis politik sangat bergantung pada kepentingan
yang punya kepentingan.
Politik dijadikan ajang perebutan
kekuasaan, kedudukan dan kekayaan. Kegiatan politik dipakai oleh sejumlah elite untuk mengumpulkan
kekayaan dan mencari prestise pribadi. Ketimpangan praktik politik merebak pada ketimpangan
factor empiris lain yaitu ekonomi. Dapat dikatakan bahwa siapa yang menguasai bidang politik
dengan sendirinya juga menguasai kehidupan ekonomi. Siapa yang mau menguasai ekonomi
harus menguasai politik.
Suatu keunikan yang sedang menggejala
di tengah masyarakat umum yakni seakan-akan menikmati gejala ‘politik plesetan’ dimata
rakyat tampilan elite politik nasional bagaikan selebritis terkenal yang enak dijadikan
tontonan public, Pada hakikatnya politik sebenarnya menjadi permainan cantik tentang usaha
mencapai kompromi untuk tujuan bersama, bukan sebaliknya berubah menjadi adu kekuatan.
Politik yang seharusnya sebagai permainan menyakinkan banyak pihak, bukan melakukan yang
mendatangkan tirani. Oleh karena itu,
tiap pihak dan kekuatan politik perlu menyadari bahwa kebaikan dan kebenaran politik adalah yang didukung
mayoritas dan saling menguntungkan banyak pihak.
Empat dimensi
kekuasaan
Sejak Robert H Dahl menggulirkan
definisi mengenai kekuasaan, wacana tentangnya berkembang. Dahl menjelaskan, A memiliki
kekuasaan atas B apabila A dapat memengaruhi B untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya tak
dikehendaki B. Dalam Concise Dictionary of Politics, McLean dan McMillan (2003)
memperjelas bahwa A punya pengaruh atas pilihan dan tindakan B, selain A
memiliki kapasitas menggerakkan pilihan dan langkah B, sekaligus dalam mengesampingkan perlawanan B. Hubungan A dan B
adalah bagian dari suatu struktur sosial dan cenderung terus berlangsung.
Kekuasaan versi Dahl ini dikategorikan:
a. sebagai pandangan
satu dimensi kekuasaan (one-dimensional view of power). Intinya, ia memfokuskan pengamatannya pada tingkah laku
aktor politik dalam proses pengambilan keputusan
terhadap berbagai isu kunci, yang memunculkan konflik aktual antar- kepentingan
subyektif yang sifatnya bisa diamati. Kepentingan dilihat sebagai pilihan- pilihan
kebijakan yang diungkapkan melalui partisipasi politik sehingga konflik kepentingan identik dengan konflik preferensi
kebijakan.
b. Pandangan dua dimensi
kekuasaan (two-dimensional view of power) yang dikemukakan Bachrach dan Baratz, melihat kekuasaan tidak
sekadar melibatkan para pengambil keputusan,
tetapi juga yang bukan pengambil keputusan. Lantas,
c. pandangan tiga
dimensi kekuasaan (three-dimensional power), sebagaimana disampaikan Lukes, melihat kekuasaan mungkin
saja digunakan dalam situasi konflik potensial
atau laten. Lukes berpendapat penggunaan kekuasaan adalah suatu fungsi dari kekuatan kolektif dan pengaturan sosial.
Di Poskan Oleh:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar