ABD MUTALIB
SAMANERY, S.Pd
Mahasiswa Program Pascasarjana
Unpatti Ambon
Prody Manajemen Pendidikan
Sistem pendidikan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan social
budaya dan masyarakat sebagai suprasistem. Pembangunan sistem pendidikan tidak mempunyai
arti apa-apa jika tidak singkron dengan pembanguan nasional. Kaitan yang
erat antara bidang pendidikan sebagai
sistem dengan sistem sosial budaya sebagai suprasistem tersebut di mana sistem
pendidikan menjadi bagiannya, menciptakan kondisi sedemikian
rupa sehingga permasalahakn intern sistem kondisi pendidikan itu menjadi
sanggat kompleks, artinya suatu permasalahan intern dalam sistem pendidikan
selalu ada kaitan dengan masalah-masalah di luar sistem pendidikan itu sendiri.
Misalnya masalah mutu hasil belajar suatu sekolah tidak dapat di lepaskan
dari kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat di sekitarnya, dari mana
murid-murid sekolah tersebut berasal, serta masih banyak lagi faktor-faktor
lainnya di luar sistem persekolahan yang berkaitan dengan mutu hasil belajar
tersebut.
Berdasarkan kenyataan tersebut maka penanggulangan masalah pendidikan juga
sanggat kompleks, menyangkut banyak komponen dan melibatkan banyak pihak.
Pada dasarnya ada dua masalah pokok yang di hadapi oleh dunia pendidikan di
tanah air kita yaitu :
a. Bagaimana semua warga Negara dapat menikmati
kesempatan pendidikan
b. Bagaimana pendidikan dapat membekali peserta didik
dengan keterampilan kerja yang mantap
untuk dapat terjun ke dalam kancah kehidupan bermasyarakat.
Dari kedua masalah pokok tersebut, maka permasalahan pokok yang pertama
yaitu mengenai masalah pemerataan pendidikan dan masalah pokok yang ke kedua
menyangkut masalah mutu, efisiensi dan relevansi pendidikan.
Jenis-jenis Permasalahan Pokok Pendidikan
Dalam lingkup nasional, telah ditetapkan empat masalah pokok pendidikan
yang dirasa perlu untuk diprioritaskan penanggulangannya. Empat masalah pokok
tersebut yaitu:
1. Masalah pemerataan pendidikan
Dalam rangka memajukan bangsa dan kebudayaan nasional
serta melaksanakan fungsi dalam mencetak sumber daya manusia yang berkualitas
demi pembangunan, maka perlu ditekankan bahwa pendidikan di Indonesia
harus mampu menerapkan pelaksanaan pendidikan yang merata. Adapun yang dimaksud
pelaksanaan pendidikan yang merata adalah pelaksanaan program
pendidikan yang dapat menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh
warga negara Indonesia untuk dapat memperoleh pendidikan atau biasa disebut
perluasan kesempatan belajar. Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek penting yaitu equality dan equity.
Equality atau persamaan mengandung arti persamaan kesempatan untuk memperoleh
pendidikan, sedangkan equity bermakna keadilan dalam memperoleh kesempatan
pendidikan yang sama diantara berbagai kelompok dalam masyarakat. Sehingga dalam hal ini masalah
pemerataan pendidikan dikatakan
timbul apabila masih banyak warga negara khususnya anak usia sekolah yang tidak
dapat mengenyam pendidikan atau dapat dikatakan tidak dapat ditampung di dalam
sistem atau lembaga pendidikan karena kurangnya fasilitas pendidikan yang
tersedia.
Sejak awal perhatian terhadap pemerataan pendidikan
telah mulai digancarkan secara yuridis. Bagi anak-anak usia sekolah,
mendapatkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan terutama SD merupakan hal
yang sangat penting. Diharapkan mereka dapat memperoleh bekal dasar seperti
kemampuan membaca, menulis dan berhitung sehingga mampu mengikuti perkembangan
bangsa.
Permasalahan Pemerataan dapat terjadi karena kurang
tergorganisirnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah,
bahkan hingga daerah terpencil. Hal ini menyebabkan terputusnya komunikasi
antara pemerintah pusat dengan daerah. Sehingga menyebabkan kontrol pendidikan
yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah tidak menjangkau daerah-daerah terpencil.
Jadi hal ini akan mengakibatkan mayoritas penduduk Indonesia yang dalam usia
sekolah, tidak dapat mengenyam pelaksanaan pendidikan sebagaimana yang
diharapkan.
2. Masalah Mutu Pendidikan
Mutu diartikan sama halnya dengan memiliki kualitas
dan bobot. Pendidikan yang bermutu yaitu pelaksanaan pendidikan yang dapat
menghasilkan tenaga profesional yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan negara
dan bangsa pada saat ini. Dalam dunia pendidikan, mutu pendidikan menjadi
sorotan karena sangat berperan besar dalam menentukan kualitas sumber daya
manusia yang telah tercetak melalui pendidikan. Sejalan dengan proses pemerataan pendidikan,
peningkatan mutu untuk setiap jenjang pendidikan melalui persekolahan juga
dilaksanakan. Peningkatan mutu ini diarahkan kepada peningkatan mutu masukan
dan lulusan, proses, guru, sarana dan prasarana, dan anggaran yang digunakan
untuk menjalankan pendidikan.
Mutu pendidikan menjadi suatu
permasalahan apabila hasil dari pendidikan tersebut belum mampu mencapai taraf
yang diharapkan yaitu menghasilkan keluaran berupa tenaga profesional yang
berguna bagi bangsanya. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama dilakukan oleh lembaga penghasil
sebagai produsen tenaga terhadap calon luaran, dengan system sertifikasi.
Selanjutnya jika luaran tersebut terjun ke lapangan kerja. Penilaian dilakukan
oleh lembaga pemakai sebagai konsumen tenaga dengan system tes unjuk kerja.
Jika tujuan dari pendidikan nasional dijadikan sebagai
kriteria kelulusan suatu mutu pendidikan, maka keluaran dari suatu system
pendidikan menjadikan pribadi yang bertaqwa, mandiri dan berkarya, anggota
masyarakat yang yang social dan bertanggung jawab, warga Negara yang cinta pada
tanah air dan memiliki rasa kesetiakawanan social. Dengan demikian keluaran
tersebut diharapkan mampu mewujudkan diri sebagai manusia-manusia pembangunan
yang dapat membangun dirinya dan juga lingkungan
Terkadang orang-orang melakukan penilaian salah terhadap mutu pendidikan.
Banyak yang berpendapat bahwa mutu pendidikan dapa dinilai melalui hasil akhir
belajar siswa, misalkan saja nilai UN (Ujian Nasional). Sesungguhnya mutu
pendidikan yang baik hanya akan didapatkan oleh seseorang setelah melalui
proses belajar yang baik pula. Memahami dan mengikuti dengan baik proses
belajar sehingga diharapkan dapat menunjukkan hasil belajar yang bermutu.
Meskipun hasil tes akhir terlihat memuaskan dari segi nilai, namun jika tidak
mengikuti proses dengan baik maka hal hasil tidak akan tercipta keluaran yang
berumutu secara pribadi masing-masing. Sehingga proses suatu pendidikan sangat
menentukan mutu pendidikan.
Masalah mutu pendidikan yang harus disoroti dan diusahan penanggulangannya
di Indonesia adalah masalah pemerataan mutu pendidikan teruama antara daerah
perkotaan dan daerah pedesaan. Pemerataan ini sangat penting adanya agar
peningkatan mutu pendidikan dirasakan oleh semua siswa di berbagai pelosok
tanah air sehingga nantinya memberi dampak posiif terhadap munculnya banyak
keluaran yang professional di tanah air ini.
3. Masalah Efesiensi Pendidikan
Masalah efisiensi pendidikan mempersoalkan bagaimana suatu sistem
pendidikan menggunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan pendidikan.
Jika penggunaannya hemat dan tepat sasaran dikatakan efisisennya tinggi. Jika
terjadi sebaliknya efisiensinya berarti rendah.
Beberapa
masalah efisiensi pendidikan yang penting adalah :
a.
Bagaimana tenaga pendidikan difungsikan
b.
Bagaimana prasarana dan sarana pendidikan digunakan
c.
Bagaimana pendidikan diselenggarakan
d. Masalah efisiensi dalam memfungsikan tenaga
Jika penggunaannya tepat sasaran maka dapat dikatakan efisiensinya tinggi.
Namun jika terjadi yang sebaliknya maka dikatakan pendidikan memiliki efisiensi
rendah.
Jika dikaitkan dengan permasalahan nyata di masyarakat, maka masalah
efisiensi pendidikan yang pelu memperoleh sorotan yaitu prihal pengangkatan,
penempatan dan pengembangan tenaga.
Pengangkatan yang dimaksud disini adalah pengangkatan tenaga kependidikan
untuk memenuhi kebutuhan dilapangan. Namun masalah yang terjadi dalam
pengangkatan ini adalah kesenjangan antara tenaga yang berlomba-lomba untuk
mendapakan pengangkatan dengan quota pengangkatan yang sangat terbatas.
Kebutuhan lapangan tidak mampu menampung semua tenaga kependidikan yang ada
sehingga hal ini berarti keberadaan tenaga tersebut tidak dapat segera
difungsikan.
Begitu pula dengan masalah penempatan, di Indonesia masalah penempatan guru
masih saja terjadi dalam lingkungan pendidikan. Seringkali ditemukan bahwa
seorang guru mengajar suatu bidang studi yang tidak sesuai dengan lulusannya.
Hal ini juga dikarenakan oleh masalah jatah pengangkatan yang kurang
efisien sehingga ada sekolah dengan jumlah guru bidang studi tertentu
berlebihan namun kekurangan guru untuk suatu bidang studi. Sehingga kebberadaan
guru yang berlebihan akan dialokasikan oleh sekolah untuk mengajarkan bidang
studi yang gurunya kurang meskipun diluar kewenangan guru tersebut. Misalkan
saja guru IPA harus mengajarkan budi pekerti atau agama. Hal ini tentu
menunjukkan bahwa kurangnya efisiensi dalam pemanfaatan atau memfungsikan
tenaga kependidikan.
Jika ditinjau dari masalah pengembangan tenaga kependidikan maka kaitannya
adalah penanganan pengembangan tenaga pelaksana di lapangan sangat lambat.
Sebagai salah satu contohnya yaitu kesiapan tenaga kependidikan dalam menyambut
kurikulum baru. Meskipun ada suatu pembekalan namun para tenaga kependidikan
seringkali beranggapan bahwa perubahan kurikulum terlalu cepat dan tidak
dibarengi oleh kesiapan dari tenaga pendidik. Kesiapan ini kurang dikarenakan
pengembangannya dilapangan juga sangat lambat yaitu berupa penggalakan
penyuluhan, latihan, lokakarya serta penyebaran buku panduan baru yang kurang
cepat dalam pelaksanaannya. Sehingga masih ada istilah keterlambatan. Keputusan
untuk memberlakukan kurikulum ini pun menjadi perbincangan pro dan kontra
sehingga memerlukan waktu lama untuk menyepakatinya. Sehingga hal ini dianggap
bahwa proses pendidikan kurang efektif dan efisien.
Masalah efisiensi dalam penggunaan sarana dan prasarana sering juga terjadi
dalam dunia pendidikan. Kurangnya perencanaan dalam pengadaan sarana dan
prasarana dapat menjadi satu factor penyebabnya. Sebagai salah satu contoh
yaitu adanya pengadaan sarana pembelajaran tanpa dibarengi dengan pembekalan
kemampuan dan keterampilan dari pemakai.
4. Masalah Relevasi Pendidikan
Sesuai dengan
tujuan dari pendidikan ialah menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan.
Oleh karena itu sistem pendidikan harus dapat menghasilkan luaran yang sesuai
dengan kebutuhan pembangunan. Jika hal itu tidak dapat teratasi maka telah
mencakup masalah relevansi pendidikan.
Masalah
relevensi adalah masalah yang timbul karena tidak sesuainya sistem pendidikan
dengan keperluan pembangunan nasional. Masalah ini berkenaan dengan rasio antara tamatan
yang dihasilkan satuan pendidikan dengan yang diharapkan satuan pendidikan di
atasnya atau indtitusi yang membutuhkan tenaga kerja, baik secara kuantitatif
maupun secara kualitatif.
Masalah relevansi terlihat dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan
tertentu yang tidak siap secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk
melanjutkan ke satuan pendidikan di atasnya. Masalah relevansi juga dapat diketahui
dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu sekolah kejuruan
dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja.
Pendidikan
merupakan faktor penunjang bagi pembangunan ketahanan nasional. Oleh sebab itu,
perlu keterpaduan di dalam perencanaan dan pelaksanaan pendidikan dengan
pembangunan nasional tersebut. Sebagai contoh pendidikan di sekolah harus di
rencanakan berdasarkan kebutuhan nyata dalam pembangunan nasional kedepannya
yang telah terencana, serta memperhatikan ciri-ciri ketenagaan yang di perlukan
sesuai dengan keadaan lingkungan di wilayah-wilayah lingkungan tertentu.
Luaran
pendidikan dalam hal ini diharapkan dapat mengisi beraneka ragam sektor
pembangunan seperti produksi, sektor jasa dan lain-lain baik dari segi jumlah
maupun dari segi kualitas. Jika sistem pendidikan mampu memmenuhi segala
tuntutan pembangunan nasional tersebut maka relevansi pendidikan dianggap
tinggi.
PERMASALAHAN AKTUAL PENDIDIKAN DI INDONESIA
Permasalahan aktual berupa kesenjangan-kesenjangan antara apa yang
diharapkan dengan hasil yang dapat dicapai dari proses pendidikan yang pada
saat ini kita hadapi perlu ditanggulangi secepatnya. Permasalahan aktual
pendidikan meliputi masalah-masalah keutuhan pencapaian sasaran, kurikulum, peranan
guru, pendidikan dasar 9 tahun, dan pendayagunaan teknologi pendidikan.
Masalah aktual dibagi menjadi dua, yaitu mengenai konsep dan mengenai
pelaksanaannya. Misalnya, munculnya kurikulum baru merupakan masalah konsep.
Maksudnya, apakah kurikulum tersebut cukup andal secara yuridis dan secara
psikologis ataukah tidak. Jika tidak, timbulah masalah pelaksanaan atau masalah
operasional.
Berikut masalah
aktual pendidikan yang ada di Indonesia :
1. Masalah keutuhan pencapaian sasaran
Pada Undang-Undang No 2 Tahun 1989 tentang sistem
pendidikan nasional bab II pasal 4 telah dinyatakan bahwa tujuan pendidikan
nasional ialah mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Kemudian dipertegas
lagi di dalam GBHN butir 2a dan b tentang arah dan tujuan pendidikan bahwa yang
dimaksud dengan manusia utuh adalah manusia yang sehat jasmani dan rohani,
manusia yang memiliki hubungan vertikal (dengan Tuhan), horizontal (dengan
lingkungan dan masyarakat), dan konsentris (dengan diri sendiri); yang
berimbang antara duniawi dan ukhrawi. Tetapi di dalam pelaksanaanya pendidikan
afektif belum ditangani semestinya. Kecenderungan mengarah kepada pengutamaan
pengembangan aspek kognitif. Untuk itu banyak hambatan yang perlu dihadapi
untuk mencapai sasaran secara utuh. Adapun hambatan yang harus dihadapi adalah
sebagai berikut:
·
Beban kurikulum sudah terlalu sarat
·
Pendidikan afektif sulit diprogramkan secara eksplisit, karena dianggap
menjadi bagian dari kurikulum tersembunyi yang keterlaksanaannya sangat
tergantung kepada kemahiran dan pengalaman guru.
·
Pencapaian hasil pendidikan afektif memakan waktu, sehingga memerlukan
ketekunan dan kesabaran pendidik.
·
Penilai hasil pendidikan afektif tidak mudah.
2. Masalah Kurikulum
Begitu banyak masalah-masalah kurikulum dan pembelajaran yang dialami
Indonesia. Masalah-masalah ini turut andil dalam dampaknya terhadap
pembelajaran dan pendidikan Indonesia. Masalah kurikulum meliputi masalah
konsep dan masalah pelaksanaannya. Sumber masalahnya ialah bagaimana sistem
pendidikan dapat membekali peserta didik untuk terjun ke lapangan kerja (bagi
yang tidak melanjutkan sekolah) dan memberikan bekal dasar yang kuat untuk ke
perguruan tinggi (bagi mereka ingin lanjut).
Berikut ini adalah beberapa masalah kurikulum:
a. Kurikulum pendidikan Indonesia terlalu kompleks
Jika dibandingkan dengan kurikulum pendidikan di
negara maju, kurikulum yang dijalankan di Indonesia terlalu kompleks. Hal ini
akan berakibat bagi guru dan siswa. Siswa akan terbebani dengan segudang materi
yang harus dikuasainya. Sehingga siswa harus berusaha keras untuk memahami dan
mengejar materi yang sudah ditargetkan. Kedua hal tersebut akan mengakibatkan
ketidakpahaman siswa terhadap keseluruhan materi yang diajarkan.
Siswa akan lebih memilih untuk mempelajari materi
dengan hanya memahami sepintas tentang materi tersebut. Selain berdampak pada
siswa, guru juga akan mendapat dampaknya. Tugas guru akan semakin menumpuk dan
kurang maksimal dalam memberikan pengajaran. Guru akan terbebani dengan
pencapaian target materi yang terlalu banyak, sekalipun masih banyak siswa yang
mengalami kesulitan, guru harus tetap melanjutkan materi. Hal ini tidak sesuai
dengan peran guru.
b. Seringnya
berganti nama
Kurikulum pendidikan di Indonesia sering sekali
mengalami perubahan. Namun, perubahan tersebut hanyalah sebatas perubahan nama
semata. Tanpa mengubah konsep kurikulum, tentulah tidak akan ada dampak positif
dari perubahan kurikulum pendidikan Indonesia
Pengubahan nama kurikulum pendidikan tentulah
memerlukan dana yang cukup banyak. Apabila dilihat dari sudut pandang ekonomi,
alangkah baiknya jika dana tersebut digunakan untuk bantuan pendidikan yang
lebih berpotensi untuk kemajuan pendidikan.
c. Kurangnya
sumber prinsip pengembangan
Pengembangan kurikulum pendidikan
tentu saja berdasarkan sumber prinsip, untuk menunjukan dari mana asal mula
lahirnya suatu prinsip pengembangan kurikulum. Sumber prinsip pengembangan
kurikulum yang dimaksud adalah data empiris (pengalaman yang terdokumentasi dan
terbukti efektif), data eksperimen (temuan hasil penelitian), cerita/legenda
yang hidup di masayaraksat (folklore of curriculum), dan akal sehat (common
sense).
Namun dalam fakta kehidupan,
data hasil penelitian (hard data) itu sifatnya sangat terbatas.
Terdapat banyak data yang bukan diperoleh dari hasil penelitian juga terbukti
efektif untuk memecahkan masalah-masalah yang komploks, diantaranya adat
kebiasaan yang hidup di masyarakat (folklore of curiculum). Ada juga
hasil pemikiran umum atau akal sehat (common sense).
3. Masalah Peranan Guru
Sejalan dengan pengembangan IPTEK yang pesat dan
realisasinya dipandu oleh kurikulum yang selalu disempurnakan, maka guru
sebagai suatu komponen sistem pendidikan juga harus berubah. Dari sisi
kebutuhan murid, guru tidak mungkin seorang diri melayaninya. Untuk memandu
proses pembelajaran murid ia dibantu oleh sejumlah petugas lainnya seperti
konselor (guru BP), pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar.
Seorang guru diharapkan mampu mengelola proses
pembelajaran (sebagai manajer), menunjukkan tujuan pembelajaran (direktor),
mengorganisasikan kegiatan pembelajaran (koordinator), mengkomunikasikan murid
dengan berbagai sumber belajar (komunikator), menyediakan dan memberikan
kemudahan-kemudahan belajar (fasilitator), dan memberikan dorongan belajar
(stimulator).
4. Masalah Pendidikan Dasar 9 Tahun
UU RI Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 6 menyatakan tentang hak warga negara untuk
mengikuti pendidikan sekurang-kurangnya tamat pendidikan dasar, dan Pasal 13
menyatakan tujuan pendidikan dasar. Kemudian PP Nomor 28 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Dasar, Pasal 2 menyatakan bahwa pendidikan dasar merupakan
pendidikan 9 tahun, terdiri atas program pendidikan 6 tahun di SD dan program
pendidikan 3 tahun di SLTP, Pasal 3 memuat tujuan pendidikan dasar yaitu
memberikan bekal kemampuan dasar pada peserta didik untuk mengembangkan
kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat
manusia, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah.
Ketetapan-ketetapan tersebut merupakan realisasi GBHN 1993 tentang arah
pendidikan nasional butir 26 antara lain mengatakan perlunya peningkatan
kualitas serta pemerataan pendidikan, terutama peningkatan kualitas pendidikan
dasar.
Dilihat dari segi lamanya waktu belajar pada pendidikan dassar yaitu 9
tahun, kita sudah mengalami langkah maju dibandingkan dengan masa-masa
sebelumnya yang menetapkan wajib belajar hanya 6 tahun. Secara konseptual dan
acuan yang diberikan oleh ketetapan-ketetapan resmi tersebut sudah sejalan
dengan kebutuhan pembangunan.
Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pendidikan dasar 9 tahun, antara lain :
Realisasi pendidikan dasar yang diatur dengan PP No.
28 Tahun 1989 masih harus dicarikan titik temunya dengan PP No. 65 Tahun 1951
yang mengatur sekolah dasar sebagai bagian dari pendidikan dasar, karena PP
tersebut belum dicabut.
Kurikulum yang
belum siap
Pada masa transisi para pelaksana pendidikan
dilapangan perlu disiapkan melalui bimbingan-bimbingan, penyuluhan, penataran,
dan lain-lain.
SOLUSI MASALAH PENDIDIKAN DI INDONESIA
1. Solusi Masalah Pokok Pendidikan di Indonesia
a. Solusi Masalah
Pemerataan Pendidikan
Hal dasar yang sangat dibutuhkan dalam upaya
pemerataan pendidikan Indonesia adalah dana serta birokrasi yang jelas dan
mudah. Dana dibutuhkan oleh pemerintah untuk memperbaiki sarana dan prasana
sekolah yang ada di daerah, membiayai guru yang berkualitas, membangun atau
menciptakan sumber daya manusia di daerah, dan pemberian subsidi supaya seluruh
golongan masyarakat dapat menjangkau biaya pendidikan. Jelas dan mudahnya
birokrasi sangat membantu kelancaran pemeratan pendidikan di setiap pelosok
negeri Indonesia.
Demi mewujudkan generasi-generasi bangsa yang cerdas
dan berguna bagi pembangunan, maka pemerintah tentu berfikir keras guna
memecahkan permasalahan pemerataan pendidikan di Indonesia. Untuk itu ada dua
cara yang diupayakan yaitu cara konvensional dan cara inovatif.
Cara konvensional antara lain:
a) Membangun gedung sekolah seperti SD Inpres dan atau ruangan
belajar.
b) Menggunakan
gedung sekolah untuk double shift (sistem bergantian pagi dan sore)
Cara inovatif antara lain:
1. Sistem pamong (pendidikan oleh
masyarakat, orang tua, dan guru) atau Inpacts system (Instructionar
Management by parent, community and, teacher). sistem tersebut dirintis di
solo dan didiseminasikan ke beberapa provinsi.
2. SD kecil pada daerah
terpencil.
3. Sistem Guru Kunjung.
4. SMP Terbuka (ISOSA _
In School Out off School Approach),
5. Kejar Paket A dan B.
6. Belajar Jarak Jauh, seperti Universitas
Terbuka.
b. Solusi Masalah
Mutu Pendidikan
Meskipun untuk tiap-tiap jenis dan jenjang pendidikan
masing-masing memiliki kekhususan, namun pada dasarnya pemecahan masalah mutu pendiidkan
bersasaran pada perbaikkan kualitas komponen pendidikan serta mobilitas
komponen-komponen tersebut. Upaya tersebut pada gilirannya diharapkan dapat
meningkatkan kualitas proses pendidikan dan pengalaman belajar peserta didik,
dan menghasilkan hasil pendidikan.
Upaya pemecahan masalah masalah mutu pendidikan dalam
garis besarnya meliputi hal-hal yang bersifat sebagai fisik dan lunak,
personalia, dan manajemen. Sebagai berikut:
Seleksi yanglebih rasional terhadap masukan mentah,
khususnay untuk Slta dan PT.
Pengembanagn kemanpuan tenaga kependidikan melalui
studi lanjut.
Penyempurnaaan
kurikulum
Pengembanagan prasarana yang menciptakan lingkungan
yang tenteram untuk belajar
Penyempurnaan sarana belajar seperti buku paket, media
pembelajaran
Peniungkatan adminisrasi manajemen khususnya yang
mengenai anggaran
Kegiatan pengendalian mutu.
Dari keempat macam masalah pendidikan tersebut masing-masing dikatakan
teratasi jika pendidikan:
Dapat menyediakan kesempatan pemerataan belajar,
artinya semua warga Negara yang butuh pendidikan dapat ditampung daalm suatu
satuan pendidikan.
Dapat mencapai hasil yang bermutu artinya:
perencanaan, pemprosesan pendidikan dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan
yang telah dirumuskan.
Dapat terlaksana secara efisien artinya: pemrosesan
pendidikan sesuai dengan rancangan dan tujuan yang ditulis dalam rancangan.
Produknya yang bermutu tersebut relevan, artinya:
hasil pendiidkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan.
2. Solusi Masalah Aktual Pendidikan di Indonesia
Menurut Tirta rahardja pada (2010:249) beberapa upaya
yang perlu dilakukan untuk menanggulangi masalah-masalah actual pendidikan,
antara lain sebagai berikut:
a. Pendidikan afektif perlu ditingkatkan secara terprogram tidak cukup
berlangsung hanya secara incidental, pendekatan keterempilan proses yang sudah
disebarluaskan konsepnya perlu ditinjaklanjuti dengan penyebaran buku penduannya kepada
sekolah-sekolah. Dalam hubungan ini pelaksanaan pendidikan kesenian perlu
diperhatikan khusus sehingga tidak menjadi pelajran yang dikesamingkan.
b. Pelaksanaan KO dan ekstrakulikurel dikerjakan dengan penuh kesungguhan dan
hasilnya diperhitungkan dalam menetapkan nilai akhir ataupun pelulusan, untuk
itu perlu dikaitkan dengan pemberian intensif bagi guru.
c. Pemilihan siswa atas kelompok yang akan melanjutkan belajar keperguruan
tinggi dengan yang akan terjun ke masyarakat, merupakan hal yang prinsip karena
pada dasarnya tidak semua siswa secara potensial mampu belajar diperguruan
tinggi. Oleh karena itu perlu disusun rancangan yang mantap untuk itu. Misalnya
antara lain sekolah menengah kejuruan tingkat atas diperbanyak dengan berbagai
jenisnya. Disegi lain pendirian perguruan tinggi swasta dibatasi dan akreditasi terhadap PTS diperketat.
d. Pendidikan tenaga kependidiakn (pejabat dan dalam jabatan) perlu diberi
perhatian khusus, oleh karena tenaga kependidikan khususnya guru menjadi
penyebab utama lahirnya sumber daya manusia yang berkualitas untuk pembangunan.
PKG (pusat kegiatan guru),MGBS (musyawara guru bidang studi) dan MGMP (
musyawara guru mata pelajaran) perlu ditumbuhkembangkan terus sebagai model
pengembangan kemampuan guru (self sustaining competencies). Pendayagunaan
dumber belajar yang beraneka ragam perlu ditingkatkan, upaya ini menjadi
tanggung jawab kepala sekolah, guru dan teknisi sumber belajar.
e. Untuk pelaksanaan pendidikan dasar 9 tahun, apalagi jika dikaitkan dengan
gerakan wajib belajar, perlu diadakan penelitian secara meluas pada masyarakat
untuk menemukan faktor penunjang utamanya,faktor penghambatnya.
Kepada masyarakat luar perlu diberikan informasi yang sifatnya memperjelas
dan persuasive tentang makna dari pendidikan dasar. Realisasi dari pelaksanaan
pendidikan dasar ini dilakukan secara bertahap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar