Roemah Kreatif Institut

Roemah Kreatif Institut Area - Lepa Hena Generasi Huamuale

Kamis, 08 Februari 2018

“Ocean Leadership” untuk Pilgub 2018, Antara Hayalan dan Harapan.


                                        
                                            Oleh: HERMAN NURLETTE
                                       (Wakil Ketua Komisariat PMII Unpatti)


Tidak terasa tinggal beberapa bulan lagi, Maluku sudah membumi dengan pesta rakyat atau pesta demokrasi. Yakni pemilihan kepala daerah periode 2018-2023. Dalam sistem demokrasi, rakyat memiliki hak untuk memilih pemimpin. Saat ini Maluku menantikan pemimpin yang memiliki “Ocean Leadership” yakni, kepemimpinan kelautan yang kuat. Kepemimpinan ini dibutuhkan dalam pengambilan kebijakan yang melahirkan perubahan struktural kelautan. “Ocean Leadership” mestinya dimiliki para politisi di DPR dan DPD serta pemerintah. Karena merekalah sumber kebijakan. Pelaksanaan pemilihan kepala daerah 2018 tidak hanya semata-mata merupakan ritual politik, dan tidak semestinya dipahami sebagai cara merebut dan mendapatkan kekuasaan, melainkan salah satu upaya untuk mengabdi kepada umat dan bangsa.

Oleh sebab itu, masa depan rakyat serta kesejahteraan takyat ditentukan oleh kebijakan pemerintah. Sebagaimana kita ketahui problem Maluku sangat beragam, baik pada tingkat kabupaten, kecamatan dan desa. Namun, realitasnya demikian. Setiap daerah tentunya mengalami persoalan yang beragam, yakni persoalan mensejahterakan dan menghapuskan kemiskinan. Kepala daerah yang terpilih pada Pilgub Maluku 2018 ini di harapkan mampu menuntaskan persoalan tersebut. Penulis merasa tertarik jika persoalan diatas dapat diselesaikan melalui konsep pembangunan kelautan untuk menjawab problem diatas.

Maluku memiliki wilayah laut dengan luas 658.294,69 Km2,. Panjang garis pantai 8.287 Km. Dengan kondisi dominan wilayah adalah perairan (92,4 %). Kondisi demikian sangat berpeluang untuk pengembangan potensi kelautan melalui “Ocean Leadership”. Di kawasan provinsi Maluku terdapat tiga wilayah pengelolaan Perikanan (WPP) dari 11 WPP yang dimiliki Indonesia. Ketiga WPP tersebut adalah WPP Laut Arafura, WPP Laut Banda, dan WPP Laut Seram, Teluk Tomini (Nikijuluw, 2010). Dengan itu provinsi Maluku secara relatif memiliki kawasan WPP yang lebih banyak dari provinsi lain di Indonesia. Jumlah nelayan di Maluku 124. 894 (Puryono, 2016). Maluku memiliki potensi produksi ikan tangkap sebesar 1,63 juta ton per tahun, tetapi yang sudah dimanfaatkan baru 21% atau sekitar 341,966 ton (kompasiana, 2015).

Untuk keberhasilan pembangunan kelautan Maluku, perlu diprioritaskan beberapa program, antara lain : pertama, sarana dan prasarana yang berkembang.
Untuk mengolah sumber daya kelautan Maluku secara optimal, maka pemerintah perlu memberikan bantuan sedikitnya 550 kapal, dengan tonasa minimal 30 GT kepada seluruh kelompok nelayan di Maluku. Sehingga nelayan dapat menguasai kelautan kita dan ikut serta dalam menjaga laut teritorial yang dirampok dan dikuras habis oleh kapal asing.

Begitu pun prasarana yang perlu dibangun adalah pelabuhan-pelabuhan pendaratan ikan yang telah dilengkapi pengolahan pada titik-titik strategis pantai produktif di Maluku. Sehingga dapat mengurangi resiko cepat busuknya ikan, karena tidak segera diolah dan ditangani di tempat terdekat. Infrastruktur merupakan faktor kunci agar usaha perikanan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Infrastruktur yang dimaksud meliputi pelabuhan perikanan, tempat pelelangan ikan, pasar ikan, unit pengolahan ikan, jembatan, energi dan komunikasi. Pengejawantahan program di atas bisa disesuaikan dengan beberapa program starategis Gubernur Maluku, yang pernah dibicarakan ke Presiden Jokowi pada acara puncak Hari Pers Nasional HPN 2017 (Maluku online, 2017).
Jika program diatas direalisasikan, maka dengan sendirinya akan mendukung dan mensukseskan Indonesia tampil sebagai poros maritim dunia sesuai dengan program kerja pemerintah pusat saat ini.

Kedua, menciptakan kemampuan SDM pengelola kelautan. Jumlah nelayan di Maluku 124. 894 (Puryono, 2016). Kondisi nelayan saat ini sangat dilematis. Dengan sumber daya alam yang luar biasa, nasib nelayan seakan-akan justru jalan ditempat. Salah satu sebabnya adalah tingkat pendidikan mereka masih rendah. Terkait dengan hal tersebut, pemerintah wajib meningkatkan SDM kelautan melalui jenjang pendidikan formal maupun nonformal. Hal ini bisa ditempuh dengan memberikan prioritas beasiswa kepada keluarga Nelayan untuk di didik menjadi ahli kelautan yang profesional.
Peningkatan kualitas SDM kelautan perlu menjadi proritas program kerja pemerintah. Beberapa negara maju seperti Jepang dan Korea selatan memiliki sumber daya alam yang terbatas, namun mereka memiliki SDM yang unggul kedua negara itu berhasil menjadi negara maju. Maluku memiliki kekayaan alam yang luar biasa, namun masih tercecer dalam derap perkembangan provinsi-provinsi lain di Indonesia, bahkan menjadi provinsi termiskin ke empat di tanah air, setelah provinsi papua, papua barat dan NTT, karena kualitas SDM yang kurang kompetitif. SDM kelautan perlu dikembangkan jika kelautan Maluku ingin mengalami kemajuan yang signifikan. Pengembangan SDM dapat dilakukan dengan penyuluhan, pelatihan, dan pendampingan. Kegiatan pendampingan terhadap pelaku kelautan tradisional inilah yang semestinya secara intensif dilakukan. Dalam hal pengembangan kompetensi, yakni kompetensi yang perlu dikembangkan antara lain: kemampuan teknis, manajerial dan soft skill.

Harapan besar rakyat Maluku terhadap Pilgub 2018 adalah terjadinya perubahan. Kesadaran politik tersebut bersumber dari pemimpin. Kesadaran politik akan tumbuh subur saat pemimpin memiliki “Ocean Leadership” atau kepemimpinan kelautan yang kuat yakni, kepemimpinan yang mampu melahirkan keputusan strategis untuk kemajuan kelautan. RUU, LIN sudah puluhan Tahun hanya terus menjadi wacana.

Rakyat Maluku saat ini sudah merasa jenuh melihat sikap dan kinerja pemerintah, baik di tingkat eksekutif dan legislatif seperti DPR, DPD dan DPRD. Mereka belum mampu mewujudkannya, pemimpin daerah juga belum mampu menciptakan tata kelola pesisir yang baik. Pemilu gubernur ddan bupati/walikota tahun 2018 ini semestinya bisa melahirkan “Ocean Leadership” yang kuat. Sehingga dapat menjawab persoalan mensejahterakan dan menghapuskan kemiskinan. Sehingga kelautan menjadi arat nadi utama pembangunan, dan ini sesuai dengan identitas bangsa bahari.


Sesuai dengan pidatonya bung Karno, “kita satu per satu, seorang demi seorang, harus mengetahui bahwa Indonesia tidak bisa menjadi kuat, sentosa, dan sejahtera. Jikalau kita tidak menguasai samudra, jikalau kita tidak kembali menjadi bangsa samudra, jikalau kita tidak kembali menjadi bangsa bahari, sebagaimana kita kenal pada zaman bahari”.
arya.payapo