Oleh: HERMAN NURLETTE
(Wakil Ketua
Komisariat PMII Unpatti)
Tidak terasa tinggal beberapa bulan lagi, Maluku sudah membumi dengan
pesta rakyat atau pesta demokrasi. Yakni pemilihan kepala daerah periode
2018-2023. Dalam sistem demokrasi, rakyat memiliki hak untuk memilih pemimpin.
Saat ini Maluku menantikan pemimpin yang memiliki “Ocean Leadership” yakni,
kepemimpinan kelautan yang kuat. Kepemimpinan ini dibutuhkan dalam pengambilan
kebijakan yang melahirkan perubahan struktural kelautan. “Ocean Leadership”
mestinya dimiliki para politisi di DPR dan DPD serta pemerintah. Karena
merekalah sumber kebijakan. Pelaksanaan pemilihan kepala daerah 2018 tidak
hanya semata-mata merupakan ritual politik, dan tidak semestinya dipahami
sebagai cara merebut dan mendapatkan kekuasaan, melainkan salah satu upaya
untuk mengabdi kepada umat dan bangsa.
Oleh sebab itu, masa depan rakyat serta
kesejahteraan takyat ditentukan oleh kebijakan pemerintah. Sebagaimana kita
ketahui problem Maluku sangat beragam, baik pada tingkat kabupaten, kecamatan
dan desa. Namun, realitasnya demikian. Setiap daerah tentunya mengalami
persoalan yang beragam, yakni persoalan mensejahterakan dan menghapuskan
kemiskinan. Kepala daerah yang terpilih pada Pilgub Maluku 2018 ini di harapkan
mampu menuntaskan persoalan tersebut. Penulis merasa tertarik jika persoalan
diatas dapat diselesaikan melalui konsep pembangunan kelautan untuk menjawab
problem diatas.
Maluku memiliki wilayah laut dengan
luas 658.294,69 Km2,. Panjang garis pantai 8.287 Km. Dengan kondisi dominan
wilayah adalah perairan (92,4 %). Kondisi demikian sangat berpeluang untuk
pengembangan potensi kelautan melalui “Ocean Leadership”. Di kawasan provinsi
Maluku terdapat tiga wilayah pengelolaan Perikanan (WPP) dari 11 WPP yang
dimiliki Indonesia. Ketiga WPP tersebut adalah WPP Laut Arafura, WPP Laut Banda,
dan WPP Laut Seram, Teluk Tomini (Nikijuluw, 2010). Dengan itu provinsi Maluku
secara relatif memiliki kawasan WPP yang lebih banyak dari provinsi lain di
Indonesia. Jumlah nelayan di Maluku 124. 894 (Puryono, 2016). Maluku memiliki
potensi produksi ikan tangkap sebesar 1,63 juta ton per tahun, tetapi yang
sudah dimanfaatkan baru 21% atau sekitar 341,966 ton (kompasiana, 2015).
Untuk keberhasilan pembangunan kelautan
Maluku, perlu diprioritaskan beberapa program, antara lain : pertama, sarana
dan prasarana yang berkembang.
Untuk mengolah sumber daya kelautan
Maluku secara optimal, maka pemerintah perlu memberikan bantuan sedikitnya 550
kapal, dengan tonasa minimal 30 GT kepada seluruh kelompok nelayan di Maluku.
Sehingga nelayan dapat menguasai kelautan kita dan ikut serta dalam menjaga
laut teritorial yang dirampok dan dikuras habis oleh kapal asing.
Begitu pun prasarana yang perlu
dibangun adalah pelabuhan-pelabuhan pendaratan ikan yang telah dilengkapi
pengolahan pada titik-titik strategis pantai produktif di Maluku. Sehingga
dapat mengurangi resiko cepat busuknya ikan, karena tidak segera diolah dan
ditangani di tempat terdekat. Infrastruktur merupakan faktor kunci agar usaha
perikanan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Infrastruktur yang dimaksud
meliputi pelabuhan perikanan, tempat pelelangan ikan, pasar ikan, unit
pengolahan ikan, jembatan, energi dan komunikasi. Pengejawantahan program di
atas bisa disesuaikan dengan beberapa program starategis Gubernur Maluku, yang
pernah dibicarakan ke Presiden Jokowi pada acara puncak Hari Pers Nasional HPN
2017 (Maluku online, 2017).
Jika program diatas direalisasikan,
maka dengan sendirinya akan mendukung dan mensukseskan Indonesia tampil sebagai
poros maritim dunia sesuai dengan program kerja pemerintah pusat saat ini.
Kedua, menciptakan kemampuan SDM
pengelola kelautan. Jumlah nelayan di Maluku 124. 894 (Puryono, 2016). Kondisi
nelayan saat ini sangat dilematis. Dengan sumber daya alam yang luar biasa,
nasib nelayan seakan-akan justru jalan ditempat. Salah satu sebabnya adalah
tingkat pendidikan mereka masih rendah. Terkait dengan hal tersebut, pemerintah
wajib meningkatkan SDM kelautan melalui jenjang pendidikan formal maupun
nonformal. Hal ini bisa ditempuh dengan memberikan prioritas beasiswa kepada
keluarga Nelayan untuk di didik menjadi ahli kelautan yang profesional.
Peningkatan kualitas SDM kelautan perlu
menjadi proritas program kerja pemerintah. Beberapa negara maju seperti Jepang
dan Korea selatan memiliki sumber daya alam yang terbatas, namun mereka
memiliki SDM yang unggul kedua negara itu berhasil menjadi negara maju. Maluku
memiliki kekayaan alam yang luar biasa, namun masih tercecer dalam derap
perkembangan provinsi-provinsi lain di Indonesia, bahkan menjadi provinsi
termiskin ke empat di tanah air, setelah provinsi papua, papua barat dan NTT,
karena kualitas SDM yang kurang kompetitif. SDM kelautan perlu dikembangkan
jika kelautan Maluku ingin mengalami kemajuan yang signifikan. Pengembangan SDM
dapat dilakukan dengan penyuluhan, pelatihan, dan pendampingan. Kegiatan
pendampingan terhadap pelaku kelautan tradisional inilah yang semestinya secara
intensif dilakukan. Dalam hal pengembangan kompetensi, yakni kompetensi yang
perlu dikembangkan antara lain: kemampuan teknis, manajerial dan soft
skill.
Harapan besar rakyat Maluku terhadap
Pilgub 2018 adalah terjadinya perubahan. Kesadaran politik tersebut bersumber
dari pemimpin. Kesadaran politik akan tumbuh subur saat pemimpin memiliki
“Ocean Leadership” atau kepemimpinan kelautan yang kuat yakni, kepemimpinan
yang mampu melahirkan keputusan strategis untuk kemajuan kelautan. RUU, LIN
sudah puluhan Tahun hanya terus menjadi wacana.
Rakyat Maluku saat ini sudah merasa
jenuh melihat sikap dan kinerja pemerintah, baik di tingkat eksekutif dan
legislatif seperti DPR, DPD dan DPRD. Mereka belum mampu mewujudkannya,
pemimpin daerah juga belum mampu menciptakan tata kelola pesisir yang baik.
Pemilu gubernur ddan bupati/walikota tahun 2018 ini semestinya bisa melahirkan
“Ocean Leadership” yang kuat. Sehingga dapat menjawab persoalan mensejahterakan
dan menghapuskan kemiskinan. Sehingga kelautan menjadi arat nadi utama
pembangunan, dan ini sesuai dengan identitas bangsa bahari.
Sesuai dengan pidatonya bung Karno,
“kita satu per satu, seorang demi seorang, harus mengetahui bahwa Indonesia
tidak bisa menjadi kuat, sentosa, dan sejahtera. Jikalau kita tidak menguasai
samudra, jikalau kita tidak kembali menjadi bangsa samudra, jikalau kita tidak
kembali menjadi bangsa bahari, sebagaimana kita kenal pada zaman bahari”.
arya.payapo